24 Sep 2014

Kali ini sepiring donat yang tersaji di hadapanku.
Lagi-lagi bocah itu terlambat.
Kali ini hampir dua setengah jam lamanya.
Beberapa kali pelayan yang cantik-cantik itu mendelik ke arahku.
Mungkin dipikirnya aku hanya menumpang mencari wi-fi gratis selama berjam-jam dengan hanya mengonsumsi dua buah donat yang harga satuannya delapan ribu lima ratus rupiah?

Sudah lima pesan singkat berstatus "Terkirim" sampai ke nomor ponselnya, tidak ada satupun jawaban dari bocah bandel itu.
Sudah belasan kali aku menoleh ke pintu masuk ketika ada sapaan "Selamat datang!" dari pegawai yang stand by  di pintu masuk.
Bahkan supervisor di ujung ruangan sudah mewawancarai enam orang sejak aku datang.
Seseorang di seberangku sudah menghabiskan lagi sepiring donat dan secangkir cokelat panas.
Tapi mana sih si bocah ini?

Kesal, aku akhirnya membereskan laptop dan charger ku.

"Terima kasih!" seru pegawai di balik meja kasir.
Terima kasih Tuhan akhirnya perempuan ini pulang, mungkin itu pikirnya.

Begitu aku tiba di parkiran, ternyata orang yang kutunggu-tunggu baru saja menyerahkan uang seribu rupiah pada tukang parkir.
Aku naik ke boncengannya, kemudian kukatakan padanya dengan pedas.

"Pulang, sekarang."

Bocah ini hanya diam.
Tanpa banyak bicara, dia tancap gas.
Mengantarku pulang.

23 Sep 2014

Angka 32 terpampang jelas di kolom "Temperature" di fitur cuaca ponselku.
Untungnya, aku berada di dalam kafe, nyaman duduk di bangku kayu dengan pendingin ruangan, ditemani carrot cake dan sebotol air mineral dingin.
Aku tidak sendirian di lantai dua kafe ini. Selain pegawainya (yang sepertinya sedang membuat jus dan menyeduh espresso), ada juga segerombolan gadis-gadis SMA, dua orang wanita yang sedang mengobrol, seorang wanita yang sendirian menggunakan headset, dan seorang pria berkacamata berkemeja necis yang sedang membaca novel (atau buku apapun, yang jelas bukunya tebal).
Waktu menunjukkan pukul 16.35, sudah hampir satu setengah jam aku disini. Mengetik sesuatu, sesuatu apapun yang membuatku lupa sedang menunggu.
Kami janjian jam 16.00, tiga puluh menit yang lalu, tapi bocah itu belum kelihatan batang hidungnya.
Aku meneguk si air di botol sambil menghembuskan napas panjang, karena lelah menunggu, dan lelah oleh bau yang dikeluarkan oleh rokok dua perempuan yang sedang mengobrol itu.
Pukul 17.00 tepat, ponselku berbunyi. Pesan singkat rupanya.

"Dimana?"

Hanya satu kata itu yang terlihat, dan aku mengambil asumsi dia sudah berada di kafe ini. Mungkin sedang memesan makanan di bawah, atau malah baru sampai di tempat parkir.

"Lantai 2."

Aku membalas singkat. Kesal. Terkadang teknologi membuat dia menggampangkan sesuatu. Kalau saja tidak ada teknologi bernama ponsel ini, dia pasti datang tepat waktu supaya tidak usah repot-repot mencariku dan menanyakan aku dimana.

"Hei."
Seseorang menepuk bahuku pelan.
Aku merengut.
Datang juga lelaki berbaju abu-abu ini. Ada sedikit bekas kebasahan, padahal tidak hujan.

"Kesiram tukang cuci mobil," katanya meringis.

Pelayan datang membawakan klapertaart kelapa, segelas besar orange juice, dan segelas besar yogurt blueberry. Seingatku, lelaki ini tidak pernah suka yogurt.

"Buatmu," katanya.
Giliran aku yang meringis, senang. Walaupun dia telah dikalahkan teknologi, aku malah dikalahkan biakan mikrobakteri dalam susu basi.





-Mooi Kitchen-