25 Sep 2012

Cerita yang Tidak Akan Pernah Selesai - Seperempat Latihan Menulis, Tigaperempat Iseng.

Siska.
"MAHA!" teriakan itu menggema di ruang kuliah B3, lantai kedua gedung Sutjipto Mangunharjo, tempat para mahasiswa-mahasiswi menangani masalah gigi anak-anak kecil, gedung kedokteran gigi anak.
Mahardika, si empunya nama, menoleh, sedikit malu, ke sumber suara.
Gigi.
Regina.
Regina Kamelia.
Anak kelas sebelah ini, sahabat baik Mahardika, sejak SMP kalau tidak salah.
"Bruk!" sebuah tas kulit berwarna cokelat mendarat dengan cantik di pangkuan Maha.
"Kenapa, Gi?" tanya Maha, dengan suaranya yang pelan, seperti biasa.
"Aku titip dong Ma, hehehe, nanti tolong anterin ke kos aku ya Ma.."
"Kamu kok sembarang... hey! Hey mau kemana Gi?"
Gigi sudah melesat bagaikan anak panah, lincah menuju sasaran, yang entah apa.
Mahardika mendengus, tapi tanpa ditahan menyimpulkan seulas senyum, tidak bisa tertahan.
"Hei, Dika!" seorang perempuan – satu dari seratus sebelas orang mahasiswi di angkatannya – menepuk bahu Mahardika. Buru-buru disimpannya senyuman kecil itu. Cukup dia saja yang tahu. "Sedang apa sih? Hm...?" Pertanyaan Siska berhenti ketika melihat sebuah tas, bukan milik Mahardika tentu.
"Oh," gumam Mahardika seolah mengerti, "ini, punya Gigi... err, Regina."
"Ah," Siska, paham. Tentu saja, Regina.
"Ada apa, Ka?" tanya Mahardika.
"Anu, aku mau minta modul praktikum prosto. Masih ada, kan?"

*

Angger.
Siska melamun. Setidaknya itu yang diperhatikan Angger, walau hanya dari kejauhan. Pandangan matanya kosong, tangannya menggoyang-goyangkan pulpen, untaian rambut keluar dari ikatan, mulutnya seperti menyenandungkan sesuatu, hanya saja tanpa suara.
"Angger, ayo bareng pulangnya," Mahardika, salah satu teman laki-laki, yang terbilang jarang di kampus ini, yang paling pendiam, menyenggol punggungnya.
"Eh, ya, ayo," Angger beranjak dari kursinya, menoleh terakhir kalinya ke kursi Siska, yang dari sudut matanya menangkap bayangan Mahardika.

*

Mahardika.
Sudah pukul empat sore. Gigi memang begini, kebiasaan, sulit sekali balas sms. Mahardika menunggu Gigi didepan rumah kosannya. Pagar hitam menjulang itu digembok, sepi. Mahardika menunggu dengan santai diatas motor merahnya.
Sudah satu jam.
Diambilnya buku sketsa dari dalam tasnya, hobi Mahardika yang tidak pernah bisa ditinggalkan. Matematika.
Sementara otaknya memanas karena soal matematika dasar yang sulit dipecahkannya, langit semakin oranye karena senja.
"Aku pergi lagi ya, Ngger" ucap Mahardika tadi.
"Lho, kamu mau pergi? Aku pikir ada apa kamu ajak aku pulang," Angger heran, setengah kesal juga, padahal kalau Mahardika tidak mengajak dia pulang, dia ingin menghampiri Siska, setidaknya berusaha menghapus mendung di matanya.
Entah elakan apa lagi yang Mahardika lontarkan, sampai akhirnya Angger hanya tidur-tiduran dikosannya, raut wajahnya agak cemas dan memikirkan sesuatu, hanya masalah waktu sampai Mahardika tahu bahwa Angger menghawatirkan Siska.
"Kamu mau ngapain sih Dik?" tanya Angger penuh tanda tanya.
Mahardika menghela napas. Ia juga tidak tahu sedang apa dia disini.

*

Regina.
"ASTAGA! MAHARDIKA!" Gigi melonjak terkejut, Maya dan Desi ikut terkejut. Kemudian mereka berdua tersenyum penuh arti.
"Kenapa Mahardika, Gin?" goda Desi.
"Aku titipin tas aku di dia lho!" ujar Gigi penuh sesal.
"Hah? Gimana ceritanya sih Gin?" Maya dan Desi kebingungan, sementara Gigi sudah keluar dari foodcourt,  mencegat taksi dan pulang ke kosan. Berharap Mahardika tidak menunggunya, atau dia akan merasa sangat bersalah.

Dan, pesan-pesan ini terkirim di malam itu.
From: Angger
To: Siska
Message: Siska bsk jgn lupa makalah Radiologi Dental ya.
Batin Angger bersyukur bahwa dia ditempatkan satu kelompok dengan Siska, menunggu semoga SMS basa basi itu bisa menjadi pembuka yang baik.
From: Siska
To: Mahardika
Message: Dika, makalah radiologi final ada di kamu ya? di print ya. :)
"Drrrt," ponsel Siska bergetar. Berharap mendapat balasan dari Mahardika, menunggu semoga SMS basa basi itu bisa menjadi pembuka yang baik. Angger. Siska mendengus, bukan Angger yang ia tunggu.
From: Mahardika
To: Regina
Message: Gigi cpt pulang jgn kelamaan diluar, dingin, nanti sakit.
Message delivered. Sudah empat jam sejak pukul empat sore. Mahardika memilih untuk tidak pulang.
From: Regina
To: Mahardika
Message: Kamu dimana Maha?
Battery to low for radio use. Sinyal hilang, khawatir Regina mulai muncul.

Keesokan harinya, Mahardika tidak muncul karena flu, Siska yang bad mood sekaligus khawatir karena Angger yang datang dengan makalah yang seharusnya diberikan oleh Mahardika, Angger yang sedikit cemburu - ketika Siska menanyakan kabar Mahardika, dan Regina, yang bolak-balik apotek naik sepeda, mencari obat flu yang paling mujarab untuk menyembuhkan Mahardika.

Keesokan harinya lagi, Regina penuh luka gores karena jatuh dari sepeda. Kemarin hari pertama Regina bisa naik sepeda, ia dedikasikan untuk Mahardika yang terbaring flu dan demam ditemani nyamuk-nyamuk penghuni kamar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar