9 Nov 2012

Fiksi Pertama di Bulan November



Monte Cassino Aster - google.com


Toko Buku "Monte Cassino"
Pukul 12.00


Terlihat dua orang, lelaki dan perempuan duduk dibelakang meja kasir – pemilik toko sepertinya. Keduanya mengenakan apron biru tua bertuliskan "Monte Cassino" dengan sedikit aplikasi gambar bunga-bunga putih – sesuai dengan namanya.
Yang lelaki sedang sibuk membaca sebuah buku, The Catcher in the Rye, terpampang judul dengan huruf kuning dengan sampul buku berwarna merah manyala, yang perempuan juga sibuk, memperhatikan yang lelaki, sambil tertawa pelan-pelan, lucu memandangi lelaki itu tampak serius.
Si perempuan yang benar-benar tidak dapat tertawa pelan-pelan lagi, akhirnya tertawa terbahak-bahak sambil memegangi lengan baju si lelaki. Si lelaki mendelik, kemudian menggerutu tidak jelas – sambil membetulkan lengan bajunya yang merosot – yang malah membuat si perempuan tertawa sangat geli.
Tapi, lelaki ini memang harusnya selalu tampak serius, walaupun mukanya tampak jenaka. Dia seorang agen rahasia. Charles namanya, Agen Charles adalah nama dalam kartu pengenalnya. Yang perempuan ini istrinya, namanya Nadine.
"Ting, ting," itu tanda ada yang datang, pintu masuk toko buku Monte Cassino ini dipasangi lonceng di atasnya. Baik Charles maupun Nadine, keduanya refleks memandang pintu, berdebar. Hari ini, rencananya seseorang yang sudah Charles tunggu selama tiga setengah tahun akan datang, seorang bandar obat-obatan terlarang yang jaringannya sudah meluas sampai ke separuh bola dunia. Agen Charles sudah memanipulasi data diri sendiri, menyamarkan segala sesuatunya – kecuali istrinya, Agen Charles berjanji pada dirinya sendiri agar hanya dia yang akan melindungi istrinya – untuk memancing sang pimpinan bandar narkotika untuk bisa ditemui.
Sebuah sosok sepatu pantofel hitam adalah yang pertama kali terlihat di ujung pintu. Kemudia sebuah lengan berbalut jas hitam dengan jam tangan berwarna keperakan di handle pintu. Kemudian tampak sebuah kepala yang sangat dikenali, baik oleh Charles maupun oleh Nadine.
Rupanya Agen Julian.
Charles hampir saja melempar Julian dengan pot kaktus – pot kaktus kesayangan Nadine, karena membuatnya benar-benar berdebar-debar. Lagi-lagi, Nadine tertawa geli melihat ekspresi Charles. Sangat, sangat lucu.
Julian – atau Agen Julian dalam kartu pengenalnya – dari segi wajah dan sifat merupakan sangat kebalikan dari Charles. Wajahnya serius dan misterius. Tidak banyak bicara dan elegan, selalu berhati-hati dalam pengintaian. Selalu siap meng-cover Agen Charles ketika penyamaran mereka sebagai tukang ledeng Pusat Maritim Negara hampir terbongkar. Sepertinya kali ini Julian agak was-was dan cemas juga, mengingat lawan kali ini bukanlah sekedar menteri korupsi atau penyelundup terumbu karang langka, melainkan seorang bos obat-obatan terlarang dengan jaringan setengah dunia.
“Bagaimana?” sepatah pertanyaan dari Julian, sepotong kata yang menuntut banyak jawaban.
“Oke,” hanya itu jawaban dari Charles, sambil masih membaca The Catcher in the Rye. Nadine menggembungkan pipinya, menahan tawa, dia yakin Julian akan kesal sekali dengan jawaban yang seadanya. Hidup Nadine yang seharusnya penuh debaran karena hidup dengan seorang agen yang harusnya penuh rahasia yang mesti dirahasiakan, seakan menjadi penuh lelucon karena sifat dan ekspresi Charles yang polos. Julian mendelik ke arah Nadine, yang seakan mengerti, lalu permisi ke belakang, untuk menyiapkan teh dan kue.
“Bagaimana?” tanya Julian, lagi. Kali ini dengan penuh penekanan, tatapan yang mengintimidasi, dan suara yang lebih direndahkan.
Charles menghela napas, merasa bacaannya terganggu. “Semua oke, agen Julian, bos narkotika sudah akan datang, mungkin sore atau…….. masuklah ke belakang, agen Julian, tolong jaga Nadine,” tiba-tiba Charles mendengar suara halus mobil terparkir di depan tokonya.


Dapur di rumah Agen Charles, tepat dibalik pintu belakang Toko Buku “Monte Cassino”
Pukul 13.45

“Begitu,” singkat agen Julian.
“Silakan diminum dulu, agen Julian,” ujar Nadine, setenang mungkin, namun menuangkan teh dari teko porselen dengan tangan gemetar.
Agen Julian baru saja menceritakan bagaimana agen Charles bisa memancing sang bos narkotika, mengapa harus di toko buku miliknya sendiri – agar tidak mencurigakan, dan seberapa berbahayanya bos Don Leo ini dalam dunia perdagangan obat. Cerita agen Julian yang tegas dan tidak bertele-tele tentu membuat hati seorang perempuan – yang suaminya ternyata menghadapi bahaya yang sangat-sangat mengkhawatirkan, tidak seperti  yang digambarkan suaminya sebelumnya dengan muka jenaka – menjadi kalut dan takut.
Charles mengajukan diri menjadi umpan, karena ekspresinya yang sulit ditebak dan jarang terekspos publik, sekaligus membalaskan dendam pribadinya akan fitnah hukuman penjara seumur hidup terhadap Ayahnya – yang merupakan komandan tim investigasi – kepada Don Leo.. Julian sempat merelakan diri menjadi umpan, namun Charles menyanggah, Julian sudah terlalu terkenal di kancah agen-agen rahasia dan penjahat-penjahat, mafia-mafia, dan pedagang gelap-pedagang gelap. Julian terkenal membahayakan.
“Biar, aku tuang sendiri,” tangan Julian menepis tangan Nadine, menggenggam teko, tanpa gemetar seperti Nadine tadi. “Tenang saja,” katanya sambil menghirup teh, “Charles bukan orang yang lemah, sama sekali bukan.”
Nadine diam saja, menggoyang-goyangkan sendok ke dalam mangkuk gula, memandangi jam dinding, dengan pandangan kosong. Julian jadi memandangi Nadine, pelan-pelan menepuk kepalanya. Terakhir kali Julian menepuk kepala Nadine, tujuh tahun yang lalu…
“BRAK!” suara keras dari depan. Julian maupun Nadine terperanjat, sebelum sempat dicegah, Nadine berlari menuju pintu, ke dalam toko.
“Nadine!” seru Julian, ingin berlari menarik Nadine untuk mundur, tidak ikut campur, tetapi tidak mungkin Julian menampakan diri selagi masih ada kelompok Don Leo disana.


 Toko Buku "Monte Cassino"
Pukul 14.45

“Jangan nangis, jangan nangis Nadine,”  Charles panik menenangkan Nadine, yang duduk sesenggukan di lantai toko buku. “Julian! JULIAN!” teriak Charles.
Pintu belakang terbuka sedikit. Tampak mata tajam Julian dibalik pintu. Setelah memastikan segalanya aman – toko kosong, rak buku dekat jendela jatuh – Julian keluar menghampiri Charles.
“Aku bilang jaga Nadine!” seru Charles.
“Tapi… dimana…?” Julian kebingungan.
“Aku bilang, jaga Nadine,” kali ini Charles menggeram.
Julian terdiam. Tidak ada gunanya mendebat segala macam hal pada Charles. Apabila saat ini Charles dibantah, hal itu hanya akan membuatnya tambah meledak-ledak. Julian menghela napas panjang.
“Maaf,” katanya datar.
“Maaf,” dengus Charles, sambil menuntun Nadine berdiri.
Sekali lagi Julian menghela napas panjang. “Jadi?”
“Ya, tadi komplotan Don Leo datang,” kata Charles sambil mengelus kepala Nadine, “…tanpa Don Leo,” lanjutnya. “Mereka hanya bilang, ‘Besok, pukul tiga siang’ – aduh!” tangan Charles tidak sengaja ‘mengelus’ kaktus. Julian berdeham.
“Besok Don Leo datang?” tanya Julian.
Charles terdiam sesaat. Ragu, kelihatannya.
“Aku bilang, tidak akan memberikan uangnya kalau Don Leo tidak datang,” kata Charles akhirnya sambil mengangkat bahu.
“Lalu?”
“…sepertinya di balik jas mereka, ada pistol…” Charles berhenti sebentar, “Dan yang paling besar tadi, hampir menghajarku, mungkin menganggapku lancang karena ingin bertemu Don Leo,” lanjut Charles lambat-lambat berkata, sambil melirik Nadine, takut Nadine ketakutan.
Julian tidak peduli. “Lalu?”
“Untungnya, aku bisa menahannya…” kata Julian, “… dan untungnya, lagi… sepertinya Don Leo cukup mempercayai aku, aku minta dihubungi ke Don Leo, dan oke, setelah cukup bercakap, dia akan datang besok.”
“Lantas, suara tadi…”
“Ah.”
“Ah, apa?” tanya Julian.
“Maaf, tadi aku yang tidak sengaja menendang rak buku…”
Julian membatu.
“Jadi,” Julian tidak sanggup berkata-kata. “Kamu, Agen Charles yang hebat, memarahiku karena AKU TIDAK MELINDUNGI NADINE dari TENDANGAN TIDAK SENGAJA pada display rak buku?”
"Bagaimana kalau tadi masih ada komplotan Don Leo, HAH!"
Sepertinya akan terjadi sebuah perdebatan panjang yang tidak penting – yang sudah biasa disimak Nadine – antara Charles dan Julian. Mereka memang begitu, sejak bertahun-tahun yang silam.
Nadine berhenti terisak, ujung bibirnya terdapat senyuman simpul, namun tetap tidak berhenti berbisik, “Syukurlah… syukurlah… Hati-hati, Charles… Hati-hati…”


***

ini bersambung dulu mungkin.
atau selesai saja sampai disana?

3 komentar:

  1. kamu tahu, aku mendengus tertawa kecil ketika membaca ini, sendirian, di kesegaran, dan ada seorang pria lewat, dan dia memandangku aneh... dan aku mengangguk minta maaf... charles dan julian kombinasi yang menyenangkan, ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba berikan kritik yang membangun......
      aku bisa bikin ilustrasi?

      Hapus
    2. bikin jadi komik aja ta heheheheh
      kritik yang membangun? terlalu pendek

      Hapus