Monte Cassino Aster - google.com |
Toko Buku "Monte Cassino"
Pukul 12.00
Terlihat dua orang, lelaki dan perempuan duduk
dibelakang meja kasir – pemilik toko sepertinya. Keduanya mengenakan apron biru
tua bertuliskan "Monte Cassino" dengan sedikit aplikasi gambar
bunga-bunga putih – sesuai dengan namanya.
Yang lelaki sedang sibuk membaca sebuah
buku, The Catcher in the Rye, terpampang judul dengan huruf kuning
dengan sampul buku berwarna merah manyala, yang perempuan juga sibuk,
memperhatikan yang lelaki, sambil tertawa pelan-pelan, lucu memandangi lelaki
itu tampak serius.
Si perempuan yang benar-benar tidak dapat
tertawa pelan-pelan lagi, akhirnya tertawa terbahak-bahak sambil memegangi
lengan baju si lelaki. Si lelaki mendelik, kemudian menggerutu tidak jelas –
sambil membetulkan lengan bajunya yang merosot – yang malah membuat si
perempuan tertawa sangat geli.
Tapi, lelaki ini memang harusnya selalu
tampak serius, walaupun mukanya tampak jenaka. Dia seorang agen rahasia. Charles
namanya, Agen Charles adalah nama dalam kartu pengenalnya. Yang perempuan ini
istrinya, namanya Nadine.
"Ting, ting," itu tanda ada yang datang, pintu masuk
toko buku Monte Cassino ini dipasangi lonceng di atasnya. Baik Charles maupun Nadine,
keduanya refleks memandang pintu, berdebar. Hari ini, rencananya seseorang yang
sudah Charles tunggu selama tiga setengah tahun akan datang, seorang bandar
obat-obatan terlarang yang jaringannya sudah meluas sampai ke separuh bola
dunia. Agen Charles sudah memanipulasi data diri sendiri, menyamarkan segala
sesuatunya – kecuali istrinya, Agen Charles berjanji pada dirinya sendiri agar
hanya dia yang akan melindungi istrinya – untuk memancing sang pimpinan bandar
narkotika untuk bisa ditemui.
Sebuah sosok sepatu pantofel hitam adalah yang
pertama kali terlihat di ujung pintu. Kemudia sebuah lengan berbalut jas hitam
dengan jam tangan berwarna keperakan di handle
pintu. Kemudian tampak sebuah kepala yang sangat dikenali, baik oleh
Charles maupun oleh Nadine.
Rupanya Agen Julian.
Charles hampir saja melempar Julian dengan pot
kaktus – pot kaktus kesayangan Nadine, karena membuatnya benar-benar
berdebar-debar. Lagi-lagi, Nadine tertawa geli melihat ekspresi Charles.
Sangat, sangat lucu.
Julian – atau Agen Julian dalam kartu
pengenalnya – dari segi wajah dan sifat merupakan sangat kebalikan dari
Charles. Wajahnya serius dan misterius. Tidak banyak bicara dan elegan, selalu
berhati-hati dalam pengintaian. Selalu siap meng-cover Agen Charles ketika penyamaran mereka sebagai tukang ledeng
Pusat Maritim Negara hampir terbongkar. Sepertinya kali ini Julian agak was-was
dan cemas juga, mengingat lawan kali ini bukanlah sekedar menteri korupsi atau
penyelundup terumbu karang langka, melainkan seorang bos obat-obatan terlarang
dengan jaringan setengah dunia.
“Bagaimana?” sepatah pertanyaan dari Julian,
sepotong kata yang menuntut banyak jawaban.
“Oke,” hanya itu jawaban dari Charles, sambil
masih membaca The Catcher in the Rye.
Nadine menggembungkan pipinya, menahan tawa, dia yakin Julian akan kesal sekali
dengan jawaban yang seadanya. Hidup Nadine yang seharusnya penuh debaran karena hidup dengan seorang agen yang
harusnya penuh rahasia yang mesti dirahasiakan, seakan menjadi penuh lelucon
karena sifat dan ekspresi Charles yang polos. Julian mendelik ke arah Nadine,
yang seakan mengerti, lalu permisi ke belakang, untuk menyiapkan teh dan kue.
“Bagaimana?” tanya Julian, lagi. Kali ini dengan
penuh penekanan, tatapan yang mengintimidasi, dan suara yang lebih direndahkan.
Charles menghela napas, merasa bacaannya
terganggu. “Semua oke, agen Julian, bos narkotika sudah akan datang, mungkin
sore atau…….. masuklah ke belakang, agen Julian, tolong jaga Nadine,” tiba-tiba
Charles mendengar suara halus mobil terparkir di depan tokonya.
Dapur
di rumah Agen Charles, tepat dibalik pintu belakang Toko Buku “Monte Cassino”
Pukul
13.45
“Begitu,” singkat agen Julian.
“Silakan diminum dulu, agen Julian,” ujar Nadine,
setenang mungkin, namun menuangkan teh dari teko porselen dengan tangan
gemetar.
Agen Julian baru saja menceritakan bagaimana
agen Charles bisa memancing sang bos narkotika, mengapa harus di toko buku
miliknya sendiri – agar tidak mencurigakan, dan seberapa berbahayanya bos Don
Leo ini dalam dunia perdagangan obat. Cerita agen Julian yang tegas dan tidak
bertele-tele tentu membuat hati seorang perempuan – yang suaminya ternyata
menghadapi bahaya yang sangat-sangat mengkhawatirkan, tidak seperti yang digambarkan suaminya sebelumnya dengan
muka jenaka – menjadi kalut dan takut.
Charles mengajukan diri menjadi umpan, karena
ekspresinya yang sulit ditebak dan jarang terekspos publik, sekaligus
membalaskan dendam pribadinya akan fitnah hukuman penjara seumur hidup terhadap
Ayahnya – yang merupakan komandan tim investigasi – kepada Don Leo.. Julian sempat
merelakan diri menjadi umpan, namun Charles menyanggah, Julian sudah terlalu terkenal
di kancah agen-agen rahasia dan penjahat-penjahat, mafia-mafia, dan pedagang
gelap-pedagang gelap. Julian terkenal membahayakan.
“Biar, aku tuang sendiri,” tangan Julian menepis
tangan Nadine, menggenggam teko, tanpa gemetar seperti Nadine tadi. “Tenang
saja,” katanya sambil menghirup teh, “Charles bukan orang yang lemah, sama
sekali bukan.”
Nadine diam saja, menggoyang-goyangkan sendok ke
dalam mangkuk gula, memandangi jam dinding, dengan pandangan kosong. Julian
jadi memandangi Nadine, pelan-pelan menepuk kepalanya. Terakhir kali Julian
menepuk kepala Nadine, tujuh tahun yang lalu…
“BRAK!” suara keras dari depan. Julian maupun
Nadine terperanjat, sebelum sempat dicegah, Nadine berlari menuju pintu, ke
dalam toko.
“Nadine!” seru Julian, ingin berlari menarik
Nadine untuk mundur, tidak ikut campur, tetapi tidak mungkin Julian menampakan
diri selagi masih ada kelompok Don Leo disana.
Pukul 14.45
“Jangan nangis, jangan nangis Nadine,” Charles panik menenangkan Nadine, yang duduk
sesenggukan di lantai toko buku. “Julian! JULIAN!” teriak Charles.
Pintu belakang terbuka sedikit. Tampak mata
tajam Julian dibalik pintu. Setelah memastikan segalanya aman – toko kosong,
rak buku dekat jendela jatuh – Julian keluar menghampiri Charles.
“Aku bilang jaga Nadine!” seru Charles.
“Tapi… dimana…?” Julian kebingungan.
“Aku bilang, jaga Nadine,” kali ini Charles
menggeram.
Julian terdiam. Tidak ada gunanya mendebat
segala macam hal pada Charles. Apabila saat ini Charles dibantah, hal itu hanya
akan membuatnya tambah meledak-ledak. Julian menghela napas panjang.
“Maaf,” katanya datar.
“Maaf,” dengus Charles, sambil menuntun Nadine
berdiri.
Sekali lagi Julian menghela napas panjang. “Jadi?”
“Ya, tadi komplotan Don Leo datang,” kata
Charles sambil mengelus kepala Nadine, “…tanpa Don Leo,” lanjutnya. “Mereka
hanya bilang, ‘Besok, pukul tiga siang’ – aduh!” tangan Charles tidak sengaja ‘mengelus’
kaktus. Julian berdeham.
“Besok Don Leo datang?” tanya Julian.
Charles terdiam sesaat. Ragu, kelihatannya.
“Aku bilang, tidak akan memberikan uangnya kalau
Don Leo tidak datang,” kata Charles akhirnya sambil mengangkat bahu.
“Lalu?”
“…sepertinya di balik jas mereka, ada pistol…”
Charles berhenti sebentar, “Dan yang paling besar tadi, hampir menghajarku,
mungkin menganggapku lancang karena ingin bertemu Don Leo,” lanjut Charles
lambat-lambat berkata, sambil melirik Nadine, takut Nadine ketakutan.
Julian tidak peduli. “Lalu?”
“Untungnya, aku bisa menahannya…” kata Julian, “…
dan untungnya, lagi… sepertinya Don Leo cukup mempercayai aku, aku minta
dihubungi ke Don Leo, dan oke, setelah cukup bercakap, dia akan datang besok.”
“Lantas, suara tadi…”
“Ah.”
“Ah, apa?” tanya Julian.
“Maaf, tadi aku yang tidak sengaja menendang rak
buku…”
Julian membatu.
“Jadi,” Julian tidak sanggup berkata-kata. “Kamu,
Agen Charles yang hebat, memarahiku karena AKU TIDAK MELINDUNGI NADINE dari
TENDANGAN TIDAK SENGAJA pada display rak buku?”
"Bagaimana kalau tadi masih ada komplotan Don Leo, HAH!"
Sepertinya akan terjadi sebuah perdebatan panjang yang tidak penting – yang sudah biasa disimak Nadine – antara Charles dan Julian. Mereka memang begitu, sejak bertahun-tahun yang silam.
Nadine berhenti terisak, ujung bibirnya terdapat
senyuman simpul, namun tetap tidak berhenti berbisik, “Syukurlah… syukurlah…
Hati-hati, Charles… Hati-hati…”
***
ini bersambung dulu mungkin.
atau selesai saja sampai disana?
kamu tahu, aku mendengus tertawa kecil ketika membaca ini, sendirian, di kesegaran, dan ada seorang pria lewat, dan dia memandangku aneh... dan aku mengangguk minta maaf... charles dan julian kombinasi yang menyenangkan, ya
BalasHapuscoba berikan kritik yang membangun......
Hapusaku bisa bikin ilustrasi?
bikin jadi komik aja ta heheheheh
Hapuskritik yang membangun? terlalu pendek